Kamis, 21 Agustus 2014
sejarah zubair
BAGIAN I
Zubair bin Awwam – Sahabat Rasulullah di Surga
Janjinya kepada Nabi selalu ia tepati. Atas petunjuk Nabi ia berbakti. Dialah sang pembela sejati. Kata dan perbuatannya bagai merpati. Di jalan Nabi, ia berjalan. Membela kebenaran sebagai tujuan. Jika api peperangan sudah menyala, Dialah penunggang kuda tiada dua. Dialah pejuang tak kenal menyerah. Dengan Rasul, masih keluarga, Terhadap Islam, selalu membela. Pedangnya selalu siaga Kala Rasul dihadang bahaya. Dan Allah tak ingkar pada janji-Nya. Memberi pahala tiada terkira. (Hasan bin Tsabit).
Setiap Nabi memiliki pembela setia, dan pembela setiaku adalah Zubair bin Awwam. (al-Hadits)
Nasab Zubair bin Awwam dan Masa Kecilnya
Selain sebagai sahabat yang paling pertama menganut Islam, Zubair memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan Rasulullah SAW.
Nasab Zubair bin Awwam bertemu dengan nasab Rasulullah SAW pada Qusay bin Kilab. Ibunda Zubair adalah Shafiyyah, bibi Rasulullah saw yang juga salah satu puteri Abdul Mutthalib, dan isterinya Asma binti Abu Bakar sehingga ia merupakan saudara ipar Rasulullah SAW. Sementara Khadijah binti Khuwailid yang merupakan istri pertama Rasulullah SAW adalah bibi Zubair, sehingga dalam hal ini Rasulullah SAW merupakan pamannya.
Ayah Zubair, Al Awwam, meninggal ketika Zubair masih kecil. Ibunya, Safiyah, merupakan wanita pemberani yang sangat tegas yang menginginkan putranya juga menjadi seorang yang berani. Ia memaksa Zubair belajar dan bekerja keras agar menjadi besar dan kuat.
Suatu hari, sang paman Naufil melihat Zubair tengah dipukuli Safiyah. Karena kasihan ia pun melaporkannya kepada tetua Bani Hashim, suku yang menaungi Safiyah. Ia menyatakan Safiyah berlaku sangat kejam karena memukuli putranya. Ketika hal ini terdengar oleh Safiyah, ia menyebut bahwa tindakan ini dilakukannya bukan karena kebencian, melainkan untuk mendidik Zubair agar menjadi orang yang bijaksana.
Barangkali didikan inilah yang menjadikan Zubair bin Awwam sebagai salah satu sahabat paling pemberani. Ia selalu siap menghadapi segala macam bahaya dan siap menanggung semua rasa sakit dan masalah selama awal kehadiran Islam di Mekkah.
Cerita Zubair senantiasa berjalin seiring dengan kisah Thalhah bin Ubaidillah. Keduanya memiliki kesamaan dalam hal keturunan, kekayaan, kedermawanan, keberanian dan keteguhan memegang prinsip agama, sehingga tempat kembali keduanya pun sama. Keduanya termasuk sepuluh orang yang diberi kabar gembira dijamin masuk surga. Rasulullah saw telah mempersaudarakan keduanya, menyatu dalam hal nasab dan kekerabatan dengan Rasulullah saw. :
“Thalhah dan Zubair menjadi tetanggaku di surga”, sabda Rasulullah saw.
Keduanya juga termasuk anggota majlis syura yang dipilih Umar bin Khaththab untuk menentukan khalifah penggantinya.
Ciri Fisik dan Masuk Islamnya Zubair bin Awwam
Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdil Uzza bin Qushai bin Kilab. Ibunya bernama Shafiyah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah saw. Wanita ini telah menyatakan dirinya sebagai pemeluk agama Islam. Zubair termasuk salah seorang dari 7 orang yang pertama masuk Islam. Beliau memeluk agama Islam ketika dia masih berusia 15 tahun dan melakukan hijrah ketika berusia 18 tahun. Berperawakan tinggi dan berkulit putih. Namun ada juga yang mengatakan bahwa perawakan Zubair tidak termasuk sangat tinggi dan juga tidak tergolong pendek dan bukan termasuk orang yang berbadan gemuk. Ada yang mengatakan bahwa warna kulitnya sawo matang, memiliki banyak bulu badan, dan kedua pipinya tidak penuh terisi daging. Zubair dikenal sebagai ahli menunggang kuda yang pemberani.
Jika masa kecil, Zubair dilimpahi kasih sayang dari sang paman, Naufil, lain halnya ketika ia sudah masuk Islam. Setelah Zubair mengucapkan syahadat, sang paman yang dulu sangat menyayanginya berubah menjadi musuh yang paling kejam. Ia bahkan menjadi lebih kejam dari Safiyah yang dulu selalu memukuli Zubair ketika kecil.
Ketika pamannya Naufal bin Khuwailid mengetahui perihal Zubair telah masuk Islam, beliau sangat marah dan berusaha menyiksanya, pernah beliau dimasukkan dalam karung tikar, kemudian dibakar, dan dia berkata kepadanya,“lepaskan dirimu dari Tuhan Muhammad, maka saya akan melepaskan dirimu dari api ini.” Namun Az-Zubair menolaknya dan berkata kepadanya, “Tidak, demi Allah saya tidak akan kembali kepada kekufuran selamanya.”
Ketika kekejaman Naufil mencapai puncaknya, dengan izin Rasulullah SAW, Zubair akhirnya meninggalkan Makkah dan berhijrah ke Abyssinia (sekarang Ethiopia). Namun ia tidak tinggal lama di kota ini. Setelah beberapa waktu ia kembali ke Makkah dan mulai berbisnis. Bisnis yang digeluti Zubair membuatnya kaya raya dan menjadi salah satu sahabat terkaya, selain shahabat Utsman bin Affan.
Orang yang Pertama Menghunus Pedang di Jalan Allah
Suatu hari beliau mendengar isu yang mengabarkan bahwa Rasulullah saw telah meninggal, maka dia keluar menuju jalan-jalan di Mekkah sambil menghunuskan pedangnya, dan memecah barisan manusia, lalu pergi mencari kepastian dari isu ini dan berjanji jika isu itu benar dia akan membunuh orang yang telah membunuh Rasulullah saw,
Akhirnya Zubair bertemu dengan Rasulullah saw di utara Mekah, maka saat itu Rasulullah saw berkata kepadanya,
“Ada apakah engkau gerangan?”
Zubair berkata, “Saya mendengar kabar bahwa engkau telah terbunuh,”
Nabi berkata kepadanya, “Lalu apa yang akan engkau lakukan?”
Zubair berkata, “Saya akan membunuh orang yang telah membunuhmu.”
Zubair lebih memilih mati daripada harus hidup tanpa Rasulullah SAW. Lagi-lagi Rasul tersenyum sambil menunjuk pedang yang tengah dipegang Zubair. Rasulullah berkata:
“Inilah pedang pertama yang terhunus karena Allah SWT dan Rasulnya.”
Perjuangan Zubair dalam Peperangan bersama Rasulullah
Zubair bin Awwam pernah ikut berhijrah ke Habsyah bersama orang-orang hijrah dari kaum muslimin, dan beliau tetap tinggal disana hingga Rasulullah saw mengijinkannya untuk kembali ke Madinah. Beliau selalu mengikuti peperangan bersama Rasulullah saw, setelah perang Uhud dan orang-orang Quraisy kembali ke Mekah, Rasulullah saw mengirim 70 orang sahabat untuk mendampingi dirinya, termasuk di dalamnya Abu Bakar As Siddiq dan Zubair bin Awwam. (Al-Bukhari). Abu Bakar ra dan Zubair ra memimpin tujuh puluh kaum Muslim dengan sangat cerdik. Keduanya menampakkan kekuatan pasukan kaum Muslim, sehingga orang-orang Quraisy menyangka pasukan tersebut bagian terdepan pasukan Rasulullah saw yang datang mengejar mereka.
Dalam Perang Khandaq, Rasulullah saw bertanya: “Siapa yang berani mencari informasi Bani Quraidzah untuk kita?” Zubair bin Awwam berkata: “Saya”. Maka ia pun berangkat. Kemudian beliau bertanya untuk kedua kalinya dan Zubair menjawab: “Saya”. Ia pun berangkat. Nabi bertanya lagi untuk yang ketiga kalinya, dan Zubair pun menjawab: “Saya”. Ia pun kembali berangkat. Maka Rasulullah saw bersabda: “Setiap Nabi memiliki pengikut setia, dan Zubair adalah pengikut setiaku dan anak bibiku.”
Pada perang Yarmuk, Zubair bertarung dengan pasukan Romawi, namun pada saat tentara muslim bercerai berai, beliau berteriak : “Allahu Akbar”. Kemudian beliau menerobos ke tengah pasukan musuh sambil mengibaskan pedangnya ke kiri dan ke kanan, anaknya Urwah pernah berkata tentangnya,
“Zubair memiliki tiga kali pukulan dengan pedangnya, saya pernah memasukkan jari saya didalamnya, dua diantaranya saat perang badar, dan satunya lagi saat perang Yarmuk.
Salah seorang sahabatnya pernah bercerita,
“Saya pernah bersama Zubair bin Awwam dalam hidupnya dan saya melihat dalam tubuhnya ada sesuatu, saya berkata kepadanya,”Demi Allah saya tidak pernah melihat badan seorangpun seperti tubuhmu,” dia berkata kepada saya,”demi Allah tidak ada luka dalam tubuh ini kecuali ikut berperang bersama Rasulullah saw dan dijalan Allah.”
Dan diceritakan tentangnya,”Sesungguhnya tidak ada pemimpin, penjaga dan keluar sesuatu apapun kecuali dalam mengikuti perang bersama Rasulullah saw, atau Abu Bakar As Siddiq, Umar bin Khattab atau Utsman bin Affan.”
Saat terjadi pengepungan atas Bani Quraidzah dan mereka tidak mau menyerah, Rasulullah saw mengutus beliau bersama Ali bin Abu Thalib, lalu keduanya berdiri di depan benteng dan mengulangi kata-katanya,“Demi Allah kalian akan merasakan seperti yang telah dirasakan oleh Hamzah, atau kami akan menaklukkan benteng ini.” Rasulullah saw pernah berkata tentangnya,“Setiap Nabi punya pendamping dan penolong, dan pendamping saya adalah Zubair.” (Muttafaqun alaih). Beliau juga sangat bangga dengan ucapan Rasulullah saw saat terjadi perang Uhud dan perang Bani Quraidzah, Rasulullah berkata “Lemparkanlah panahmu yang taruhannya adalah bapakku dan ibuku”.
Sayyidah Aisyah pernah berkata kepada Urwah bin Az-Zubar, “Sesungguhnya kedua orang tuamu merupakan orang yang mengikuti seruan Allah dan Rasul-Nya setelah tertimpa kepada keduanya luka,” (maksudnya adalah Abu Bakar dan Az-Zubair). (Ibnu Majah).
Dalam Perang Hunain, Zubair mencerai-beraikan pasukan kaum musyrikin yang dipimpin Malik bin Auf, pemuka Bani Hawazin..
Zubair sangat mencintai mati syahid, ia berkata:
“Thalhah bin Ubaidillah menamai anak-anaknya dengan nama para Nabi, padahal telah diketahui bahwa tidak akan ada Nabi setelah Muhammad, maka aku menamai anak-anakku dengan nama para syuhada dengan harapan semoga mereka memperoleh syahadah (mati syahid)”.
Sifat dan Kepribadian Zubair bin Awwam
Zubair bin Awwam juga merupakan seorang yang terhormat dan mulia, selalu menginfakkan hartanya di jalan Allah, Ka’ab berkata tentangnya,
“Az-Zubair memiliki 1000 macam kekayaan yang dikeluarkan untuk berperang, dan tidak ada uang satu dirhampun yang masuk kerumahnya,”
(maksudnya hartanya disedekahkan seluruhnya),
Beliau mensedekahkan seluruh hartanya sampai ia mati dalam keadaan berhutang, dan mewasiatkan kepada anaknya untuk membayarkan hutangnya, dan beliau berkata kepadanya,
“Jika engkau tidak sanggup membayar hutang saya, maka mintalah tolong kepada Tuanku,” Abdullah pun bertanya,“Siapakah yang engkau maksud dengan Tuan?” beliau menjawab,”Allah, Dialah sebaik-baik pemimpin dan penolong.” Lalu setelah itu Abdullah berkata, “Demi Allah saya tidak pernah mengalami kesusahan dalam membayar hutangnya, kecuali saya berkata, “Wahai pemilik Zubair bayarlah hutang Zubair,’ maka Diapun menggantinya.” (Al-Bukhari).
Walaupun beliau selama hidupnya selalu bersama Rasulullah saw namun beliau tidak banyak meriwayatkan haditsnya kecuali sedikit, anaknya Abdullah pernah bertanya akan sebab tersebut, maka diapun berkata,
“Walaupun antara saya dan Rasulullah saw memiliki hubungan keluarga dan kerabat namun saya pernah mendengar beliau pernah bersabda, “Barangsiapa yang berkata dusta atasku dengan sengaja, maka akan ditempatkan di neraka.’” (Al-Bukhari).
Karena itu dia sangat takut meriwayatkan hadits yang tidak pernah diucapkan oleh Rasulullah saw sehingga tergelincir ke dalam neraka.
Anak dan Istri Zubair bin Awwam
Nama Putra dan putri Az-Zubair adalah Abdullah, Urwah, Al Mundzir, Ashim, Al Muhajir, Khadijah Al Kubra, Ummul Hasan, dan Aisyah. Semua anak Az-Zubair ini berasal dari istrinya yang bernama Asma’ binti Abu Bakar. Sedangkan anak-anaknya yeng bernama Khalid, Amru, Habibah, Saudah, dan Hindun berasal dari istrinya yang bernama Ummu Khalid. Nama asli wanita ini adalah Amah binti Sa’id bin Al Ash.
Anak-anaknya yang bernama Mush’ab, Hamzah, dan Ramlah berasal dari istrinya yang bernama Ar-Rabab binti Anif bin Ubaid. Anaknya yang bernama Ubaidah dan Ja’far berasal dari istrinya, Zainab. Putrinya yang bernama Zainab berasal dari istrinya, Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abi Mu’aith. Putrinya lagi yang bernama Khadijah Ash-Shugra berasal dari istrinya, Al Halal binti Qais.
Syahidnya Zubair bin Awwam
Terjadilah Perang Jamal pada tahun 36 Hijriyah. Thalhah dan Zubair berdiri di satu pihak, sedangkan Ali berada di pihak lainnya. Air mata Ali ra menetes, terlebih ketika melihat Ummul Mukminin Aisyah ra berada di atas Unta memimpin pasukan. Ali berteriak memanggil Thalhah dan berkata :
“Wahai Thalhah, pantaskah engkau membawa isteri Rasulullah untuk berperang bersamamu, sedangkan engkau meninggalkan isterimu diam di rumah?” Lalu AIi berkata kepada Zubair: “Wahai Zubair, aku meminta jawabanmu dengan nama Allah Swt, apakah engkau ingat ketika suatu hari Rasulullah saw berlalu di depanmu dan kita berada di suatu tempat, lalu beliau saw berkata. kepadamu: ‘Wahai Zubair, apakah engkau mencintai Ali?’ Maka engkau menjawab: ‘Mengapa aku sampai harus tidak mencintai saudara sepupuku, anak paman dan bibiku, dan ia termasuk orang yang seagama denganku?’ Beliau saw berkata lagi kepadamu: ‘Wahai Zubair, demi Allah, engkau akan memeranginya, dan itu jelas bahwa engkau berlaku dzalim kepadanya.’
Zubair berkata: “Ya, aku ingat sekarang, hampir saja aku melupakannya. Demi Allah, aku tidak akan memerangimu.”
Thalhah dan Zubair menarik diri dari peperangan ini. Tetapi mereka harus membayar harga pengunduran diri ini dengan nyawanya. Zubair dikuntit dan dibunuh oleh seseorang yang bernama Amr bin Jarmuz, ketika sedang shalat di suatu tempat yang bernama lembah Siba. Dan Thalhah dipanah oleh Marwan bin al-Hakam yang berujung pada syahadahnya.
Ketika pedang Zubair dibawa kehadapannya, Ali menciumi pedang itu dan menangis tersedu-sedu, ia berkata: “Demi Allah, inilah pedang yang mulia yang senantiasa digunakan pemiliknya untuk melindungi Rasulullah dari marabahaya.”
Setelah mengetahui hal tersebut Imam Ali bin Abu Thalib berteriak dan berkata kepada pembantunya,
“Berikan kabar kepada pembunuh putra Sofiyyah dengan neraka, sungguh Rasulullah saw pernah bersabda kepada saya bahwa pembunuh Zubair adalah penghuni neraka.” (Ahmad, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan At-Thobroni).
Kemudian Ali memandangi makam keduanya seraya berkata:
“Kedua telingaku ini telah mendengar Rasulullah saw bersabda: ‘Thalhah dan Zubair menjadi tetanggaku di surga.”
BAGIAN II
Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu diantara kamu beberapa derajat.
ZUBAIR BIN AWWAM
Namanya Az Zubair bin Al Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luay. Nasabnya bertemu Rasulullah saw pada Qushai bin Kilab.Demikian pula ibunya, Shafiah, adalah saudar a bapak Rasulullah saw.
Dia seorang yang berbudi tinggi dan berakhlaq mulia, penunggang kuda yang masyhur, pahlawan yang gagah perkasa dengan pengabdian yang luar biasa. Dia juga seorang hartawan dengan kekayaan yang melimpah, yang semuanya dibelanjakan untuk membela Islam, sehingga pada waktu kematiannya, ia meninggalkan hutang. Iapun sempat berpesan kepada Abdullah, anaknya ”Bila aku tak mampu membayar hutang, minta tolonglah kepada maulana (tuan kita)!” Abdullah bertanya ”Maulana mana yang ayah maksud?” Az Zubair menjawab ”Allah, maulana dan penolong kita yang paling utama.”
Thalhah dan Az Zubair, ibarat dua orang saudara kembar. Hampir setiap disebut nama Thalhah, pastilah disebut juga nama Zubair. Begitu pula setiap disebut nama Zubair, pastilah disebut orang pula Thalhah. Pada waktu Rasulullah saw mempersaudarakan para shahabatnya di Mekkah sebelum Hijrah, beliau telah mempersaudarakan antara Thalhah dengan Zubair. Sudah semenjak lama Nabi saw memperkatakan keduanya secara bersamaan, seperti kata beliau: ”Thalhah dan Zubair adalah tetanggaku di surga.”
Thalhah dan Zubair, keduanya mempunyai banyak persamaan dalam aliran kehidupan. Persamaan itu antara lain sejak pertumbuhannya di masa remaja, kekayaan, kedermawanan, keteguhan dalam beragama dan kegagahan-keberananian. Keduanya termasuk orang-orang angkatan pertama masuk Islam dan tergolong kepada sepuluh orang yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah saw masuk surga. Keduanya juga sama termasuk kelompok shahabat, ahli musyawarah yang enam, yang diserahi tugas oleh Umar bin Khatab memilih khalifah sepeninggalnya. Akhir hayatnya juga bersamaan secara sempurna, bahkan satu sama lain tidak berbeda.
Thalhah dan Az Zubair termasuk dalam rombongan pertama yang masuk Islam, dan sebagai perintis yang telah memainkan peranan yang penuh berkat di rumah Al Arqam. Usia Az Zubair waktu itu baru lima belas tahun. Dia adalah seorang penunggang kuda dan pemberani sejak kecilnya. Dia adalah orang yang menghunuskan pedang pertama kali untuk membela Islam.
Pada hari-hari pertama dari Islam, saat itu jumlah kaum muslimin masih sedikit sekali, hingga mereka selalu bersembunyi-sembunyi di rumah Arqam, tiba-tiba pada suatu hari tersebar bahwa Rasul terbunuh. Ketika itu, Az Zubair menghunus pedang dan mengacungkannya, lalu ia berjalan di jalan-jalan kota Mekkah, padahal usianya masih muda belia. Ia pergi meneliti berita tersebut dengan bertekad seandainya berita itu ternyata benar, maka niscaya pedangnya akan menebas leher orang-orang kafir Quraisy sehingga ia mengalahkan mereka, atau mereka menewaskannya.
Di suatu tempat ketinggian kota Mekah, Rasulullah saw menemukannya, lalu bertanya akan maksudnya. Az Zubair menyampaikan berita tersebut. Maka Rasulullah saw memohonkan bahagia dan mendo’akan kebaikan baginya serta keampuhan bagi pedangnya.
Az Zubair adalah seorang bangsawan terpandang dalam kaumnya, namun ia juga menanggung penderitaan akibat penyiksaan orang kafir Quraisy. yang dipimpin pamannya sendiri. Dia pernah disekap di suatu kurungan, kemudian dipenuhi dengan hembusan asap api agar sesak nafasnya, lalu dipanggilnya Az Zubair di bawah tekanan siksaan itu: ”Tolaklah olehmu Tuhan Muhammad itu, nanti kulepaskan kamu dari siksa ini.” Tantangan itu dijawab oleh Zubair dengan pedas dan mengejutkan: ”Tidak, demi Allah, aku tak akan kembali kepada kekafiran untuk selama-lamanya!” Padahal pada waktu itu ia masih sangat belia.
Az Zubair ikut berhijrah ke Habsyi (Ethiopia) dua kali, yang pertama dan yang kedua Setelah kembali dari hijrah kedua, ia menyertai semua peperangan bersama Rasulullah saw. Ia tak pernah ketinggalan dalam beperang atau bertempur. Banyaknya tusukan dan luka-luka yang terdapat pada tubuhnya dan masih berbekas sesudah lukanya itu sembuh membuktikan pula kepahlawanan dan keperkasaannyanya. Salah seorang shahabatnya yang telah kenyaksikan bekas-bekas luka yang terdapat pada segenap bagian tubuhnya, berkata: ”Aku pernah menemani Az Zubair Ibnul ’Awwam pada sebagian perjalanan dan aku melihat tubuhnya, maka aku saksikan banyak sekali bekas luka goresan pedang, sedang di dadanya terdapat seperti mata air yang dalam, menunjukkan bekas tusukan lembing dan anak panah. maka kukatakan kepadanya: ”Demi Allah, telah kusaksikan sendiri pada tubuhmu apa yang belum pernah kulihat pada orang lain sedikitpun!” Mendengar itu Zubair menjawab: ”Demi Allah, semua luka-luka itu kudapat bersama Rasulullah saw pada peperangan di jalan Allah!”
Ketika perang Uhud selesai dan pasukan Quraisy berbalik kembali ke Mekkah, ia diutus Rasulullah saw bersama Abu Bakar untuk mengikuti gerakan tentara Quraisy dan menghalau mereka, hingga mereka menganggap kaum Muslimin masih punya kekuatan, dan tidak terpikir lagi untuk kembali lagi ke Madinah guna memulai peperangan yang baru. Saat itu Abu Bakar dan Zubair memimpin tujuh puluh orang Muslimin.
Sekalipun mereka sebenarnya sedang mengikuti suatu pasukan yang menang perang, namun kecerdikan dan muslihat perang yang dipergunakan oleh Ash Shiddiq, membuat orang Quraisy menyangka bahwa mereka salah menilai kekuatan kaum Muslimin, dan membuat mereka salah berfikir, bahwa pasukan perintis yang dipimpin oleh Az Zubair dan Ash Shiddiq dan tampak kuat, dan tampak sebagai pasukan pendahulu dari bala tentara Rasulullah saw yang menyusul di belakang, dan akan tampil menghalau mereka dengan kekuatan dahsyat. Karena itu mereka bergegas mempercepat perjalanannya dan bersegera pulang ke Mekkah.
Pada Pertempuran Yarmuk, Az Zubair merupakan seorang prajurit yang memimpin langsung suatu pasukan. Sewaktu ia melihat sebagian besar anak buah yang dipimpinnya merasa gentar mengahadapi bala tentara Romawi yang jumlahnya berlipat ganda bergerak maju, ia meneriakkan: ”Allahu Akbar” dan maju membelah pasukan musuh yang mendekat. Seorang diri ia menyerang dengan mengayunkan pedangnya, kemudian ia kembali ke tengah-tengah barisan musuh yang dahsyat itu dengan pedang ditangan kanannya.
Az Zubair ra sangat merindukan syahid. Bahkan ia pernah berkata: ”Thalhah bin Ubaidillah memberi nama anak-anaknya dengan nama Nabi-nabi padahal sudah sama diketahui bahwa tak ada nabi lagi sesudah nama Muhammad saw, maka aku menemai anak-anakku dengan nama para syuhada, semoga mereka berjuang mengikuti syuhada”.
Di antara anaknya diberi nama Abdullah, sebagaimana Abdullah bin Jahsy yang telah mati syahid, al Munzir sebagaimana Al Mundzir bin Amar yang telah syahid, Urwah sebagaimana Urwah bin Amar, Hamzah sebagaimana Hamzah bin Abdul Muthalib yang telah syahid, Ja’far sebagaimana Ja’far bin Abu Thalib yang telah syahid, mush’ab sebagaimana Mush’ab bin Umair yang telah mati syahid, dan juga Khalid sebagaimana Khalid bin Sa’id yang juga telah mati syahid.
Az Zubair telah menjalani kehidupannya dengan sempurna dengan senantiasa berperang di jalan Allah. Dia menyaksikan perang Uhud, dan menyaksikan pula pamannya, Hamzah terbunuh serta mayatnya dicincang oleh orang kafir Quraisy.
Dalam perang melawan Yahudi Bani Quraidhah, Az Zubair berdiri di depan benteng musuh yang kuat dengan mengatakan: ”Demi Allah, biar kami rasakan sendiri apa yang dirasakan Hamzah, atau kalau tidak akan kami tundukkan benteng mereka!” Kemudian Az Zubair dan Ali bin Abi Thalib terjun ke benteng musuh dan berhasil menebarkan rasa takut pihak musuh, sampai akhirnya musuh membukakan pintu-pintu benteng tersebut.
Dalam perang Hunain, Az Zubair menyerbu pasukan Hawazin yang dipimpin Malik bin Auf seorang diri dan berhasil memporak-porandakan kesatuan mereka. Rasulullah saw pun memuji kepadanya: ”Setiap nabi mempunyai pembela dan pembelaku adalah Az Zubair bin Awwam.”
Dalam perang Jamal, Az Zubair dan juga Thalhah berada dipihak Aisyah, penentang Ali bin Abi Thalib, sehingga akhirnya keduanya menyadari kebenaran ada dipihak Ali dan keduanya pun berlepas diri dari peperangan. Maka seorang pembunuh yang curang berhasil membunuhnya pada waktu dia shalat. Pembunuh tersebut menghadap kepada Ali bin Abi Thalib dengan senang hati sambil membawa pedang Az Zubair yang dirampasnya.
Namun Ali mengusir pembunuh tersebut dengan berkata: ”Sampaikan berita kepada pembunuh putera Ibu Shafiyah itu, bahwa untuknya telah disediakan api neraka.” Ali pun mencium pedang Az Zubair sambil menangis dan berkata: ”Demi Allah, pedang ini sudah banyak berjasa, dipergunakan oleh pemiliknya untuk melindungi Rasulullah dari marabahaya.” Ali mengatakan pula: ”Selamat dan bahagia bagi Az Zubair dalam kematian sesudah mencapai kejayaan hidupnya.”
BAGIAN III
ZUBAIR BIN AWWAM
Pembela Rasulullah Saw.
Setiap tersebut nama Thalhah, pastilah disebut orang nama Zubair! Begitu pula setiap disebut nama Zubair, pastilah disebut orang pula nama Thalhah. Maka sewaktu Rasulullah saw. mempersaudarakan para shahabatnya di Mekah sebelum Hijrah, beliau telah mempersaudarakan antara Thalhah dengan Zubair.
Sudah semenjak lama Nabi saw. memperkatakan keduanya secara bersamaan, seperti kata beliau: “Thalhah dan Zubair adalah tetanggaku di dalam surga”. Dan kedua mereka berhimpun bersama Rasul dalam kerabat dan keturunan.
Adapun Thalhah bertemu asal-usul turunannya dengan Rasul pada Murrah bin Ka’ab. Sedang Zubair bertemu pula asal¬-usulnya dengan Rasulullah pada Qusai bin Kilab, sebagaimana pula ibunya Shafiah, adalah saudara bapak Rasulullah.
Thalhah dan Zubair, kedua mereka banyak persamaan satu sama lain dalam aliran kehidupan Persamaan di antara keduanya sangat banyak: dalam pertumbuhan di masa remaja, kekaya¬an, kedermawanan, keteguhan beragama dan kegagah-beranian. Keduanya termasuk orang-orang angkatan pertama masuk Iislam, dan tergolong kepada sepuluh orang yang diberi kabar gembira oleh Rasul masuk surga. Keduanya juga sama termasuk kelompok shahabat ahli musyawarah yang enam, yang diserahi tugas oleh Umar bin Khatthab memilih Khalifah sepeninggal¬nya.
Akhir hayatnya juga bersamaan secara sempurna . bahkan satu sama lain tidak berbeda. Sebagaimana telah kita katakan, Zubair termasuk dalam rombongan pertama yang masuk Iislam, karena ia adalah dari golongan tujuh orang yang mula-mula menyatakan keiislamannya, dan sebagai perintis telah memainkan peranannya yang penuh berkat di rumah Arqam.
Usianya waktu itu baru limabelas tahun. Dan begitulah ia telah diberi petunjuk, nur dan kebaikan selagi masih remaja. Ia benar-benar seorang penunggang kuda dan berani sejak kecilnya, hingga ahli sejarah menye¬butnya bahwa pedang pertama yang dihunuskan untuk membela Iislam adalah Zubair bin ‘Awwam.
Pada hari-hari pertama dari Iislam, sementara Kaum Muslimin waktu itu sedikit sekali hingga mereka selalu bersembunyi¬sembunyi di rumah Arqam, tiba-tiba pada suatu hari tersebar berita bahwa Rasul terbunuh.
Seketika itu, tiada lain tindakan Zubair kecuali menghunus pedang dan mengacungkannya, lalu ia berjalan di jalan-jalan kota Mekah laksana tiupan angin kencang, padahal ia masih muds belia. Ia pergi mula-mula meneliti berita tersebut dengan bertekad seandainya berita itu ternyata benar, maka niscaya pedangnya akan menebas semua pundak orang Quraisy, sehingga ia mengalahkan mereka, atau mereka menewaskan¬nya.
Di suatu tempat ketinggian kota Mekah, Rasulullah me¬nemukannya, lalu sertanya akan maksudnya. Zubair menyampai¬kan berita tersebut. Maka Rasulullah memohonkan bahagia dan mendu’akan kebaikan baginya serta keampuhan bagi pedangnya.
Sekalipun Zubair seorang bangsawan terpandang dalam kaumnya, namun tak kurang ia menanggung adzab derita dan penyiksaan Quraisy. Yang memimpin penyiksaan itu adalah pamannya sendiri. Pernah ia disekap di suatu kurungan, kemu¬dian dipenuhi dengan embusan asap api agar sesak nafasnya, lalu dipanggilnya Zubair di bawah tekanan siksa: “Tolaklah olehmu Tuhan Muhammad itu, nanti kulepaskan kamu dari siksa ini!”Tantangan itu dijawab oleh Zubair dengan pedas dan mengejutkan: “Tidak, demi Allah, aku tak akan kembali kepada kekafiran untuk selama-lamanya!” Padahal pada waktu itu ia belum menjadi pemuda teruna, masih belia bertulang lembut – - – -
Zubair melakukan hijrah ke Habsyi (Ethiopia) dua kali, yang pertama dan yang kedua, kemudian ia kembali, untuk menyertai ketinggalan semua peperangan bersama Rasulullah. Tak pernah ia ketinggalan dalam berperang atau bertempur. Banyaknya tusukan dan luka-luka yang terdapat pada tubuhnya dan masih berbekas sesudah lukanya itu sembuh membuktikan pula kepahlawanan Zubair dan keperkasaannya. Maka marilah kita dengarkan bicara salah seorang shahabatnya yang telah menyaksikan bekas-bekas luka yang terdapat hampir pada segenap bagian tubuhnya, demikian katanya: “Aku pernah menemani Zubair ibnul ‘Awwam pada sebagian perjalanan dan’ aku melihat tubuhnya, maka aku saksikan banyak sekali bekas luka goresan pedang, sedang di dadanya terdapat seperti mata air yang dalam, menunjukkan bekas tusukan lembing dan anak panah. Maka kataku kepadanya: “Demi Allah, telah ku¬saksikan sendiri pada tubuhmu apa yang belum pernah kulihat pada orang lain sedikit pun” Mendengar itu Zubair men¬jawab: “Demi Allah, semua luka-luka itu kudapat bersama Rasulullah pada peperangan di jalan Allah
Ketika perang Uhud usai dan pasukan Quraisy berbalik kembali ke Mekah, ia diutus Rasul bersama Abu Bakar untuk mengikuti gerakan tentara Quraisy dan menghalau mereka, hingga mereka menganggap Kaum Muslimin masih punya kekuat¬an, dan tidak terpikir lagi untuk kembali ke Madinah guna memulai peperangan yang baru.
Abu Bakar dan Zubair memimpin tujuh puluh orang Mus¬limin. Sekalipun mereka sebenarnya sedang mengikuti suatu pasukan yang menang, namun kecerdikan dan muslihat perang yang dipergunakan oleh ash-Shiddiq dan Zubair, membuat orang¬-orang Quraisy menyangka bahwa mereka salah duga menilai kekuatan Kaum Muslimin, dan membuat mereka berfikir, bahwa pasukan perintis yang dipimpin oleh Zubair dan ash-Shiddiq dan tampak kuat, tak lain sebagai pendahuluan dari bala tentara Rasul yang menyusul di belakang, dan akan tampil menghalau mereka dengan dansyat. Karena itu mereka bergegas memper¬cepat perjalanannya dan mengambil langkah seribu pulang ke Mekah!
Di samping Yarmuk, Zubair merupakan seorang prajurit yang memimpin langsung suatu pasukan. Sewaktu ia melihat sebagian besar anak buah yang dipimpinnya merasa gentar menghadapi bala tentara Romawi yang menggunung maju, ia meneriakkan “Allahu Akbar” dan maju membelah pasukan, musuh yang mendekat itu seorang diri dengan mengayunkan pedangnya, kemudian ia kembali ke tengah-tengah barisan musuh yang dahsyat itu dengan pedang di tangan kanannya, menari-nari dan berputar bagaikan kincir, tak pernah melemah apalagi berhenti.
Zubair r.a. sangat gandrung menemui syahid! Amat merindu¬kan mati di jalan Allah.’ Ia pernah berkata: “Thalhah bin Ubaidillah memberi nama anak-anaknya dengan nama Nabi-nabi padahal sudah sama diketahui bahwa tak ada Nabi lagi sesudah Muhammad saw. maka aku menamai anak-anakku dengan nama para syuhada, semoga mereka berjuang mengikuti syu¬hada. ! Begitulah dinamainya seorang anaknya Abdullah bin Zubair mengambil berkat dengan shahabat yang syahid Abdullah bin Jahasy.
Dinamainya pula seorang lagi al-Munzir mengambil berkat dengan shahabat yang syahid al-Munzir bin Amar. Dinamainya pula yang lain ‘Urwah mengambil berkat dengan ‘Urwah bin Amar. Dan ada pula yang dinamainya Ham¬zah, mengambil berkat dengan syahid yang mulia Hamzah bin Abdul Muthalib. Ada lagi Ja’far, mengambil berkat dengan syahid yang besar Ja’far bin Abu Thalib. Juga ada yang dinama¬kannya Mush’ab mengambil berkat dengan shahabat yang syahid Mush’ab bin Umeir. Tidak ketinggalan yang dinamainya Khalid mengambil berkat dengan shahabat Khalid bin Sa’id. Demikianlah ia seterusnya memilih untuk anak-anaknya nama para syuhada, dengan pengharapan agar sewaktu datang ajal mereka nanti, mereka tercatat sebagai syuhada.
Dalam riwayat hidupnya telah dikemukakan:”bahwa ia tak pernah memerintah satu daerah pun, tidak pula mengumpul pajak atau bea cukai, pendeknya tak ada jabatannya yang lain kecuali berperang pada jalan Allah”. Kelebihannya sebagai prajurit perang tergambar pada pengandalannya pada dirinya sendiri secara sempurna dan kepercayaan yang teguh. Sekalipun sampai seratus ribu orang menyertainya di medan tempur, namun akan kau lihat bahwa ia berperang seakan-akan sendirian di arena pertempuran dan seolah-olah tanggung jawab perang dan kemenangan terpikul di atas pundaknya sendiri.
Keistime¬waannya sebagai pejuang, terlukis pada keteguhan hatinya dan kekuatan urat syarafnya. Ia menyaksikan gugur pamannya Hamzah di perang Uhud. Orang-orang musyrik telah menyayat¬-sayat tubuhnya yang terbunuh itu dengan kejam, maka ia berdiri di mukanya dengan sikap satria menahan gejolak hati dengan memegang teguh hulu pedangnya. Tak ada fikirannya yang lain daripada mengadakan pembalasan yang setimpal, tapi wahyu segera datang melarang Rasul dan Muslimin hanya mengingat soal itu saja. Dan sewaktu pengepungan atas Bani Quraidha sudah berjalan lama tanpa membawa hasil, Rasulullah mengirimnya bersama. Ali bin Abi Thalib. Ia berdiri di muka benteng musuh yang kuat Serta mengulang-ulang ucapannya: “Demi Allah, biar kami rasakan sendiri apa yang dirasakan Hamzah, atau kalau tidak, akan kami tundukkan benteng mereka” Kemudian ia terjun ke dalam benteng hanya berdua saja dengan Ali. Dan dengan kekuatan urat syaraf yang mempesona, mereka berdua berhasil menyebarkan rasa takut pada musuh yang bertahan dalam benteng, lalu membukakan pintu-pintu benteng tersebut bagi kawan-kawan mereka di luar … !
Di perang Hunain, Zubair melihat pemimpin suku Hawazin yang juga menjadi panglima pasukan musyrik dalam perang tersebut namanya Malik bin Auf, terlihat olehnya sesudah pasukan Hawazin bersama panglimanya lari tunggang langgang dari medan perang Hunain, ia sedang berdua di tengah-tengah gerombolan besar shahabat-shahabatnya bersama sisa pasukan yang kalah, maka secara tiba-tiba diserbunya rombongan itu seorang diri, dan dikucar-kacirkannya kesatuan mereka, kemudi¬an dihalaunya mereka dari tempat persembunyian yang mereka gunakan sebagai pangkalan untuk menyergap pemimpin-pemim¬pin Iislam yang baru kembali dari arena peperangan.
Kecintaan dan penghargaan Rasul terhadap Zubair luar biasa sekali, dan Rasulullah sangat membanggakannya, katanya: “setiap Nabi mempunyai pembela dan pembe itu adalah Zubair bin ‘Awwam … !” Karena bukan saja ia saudara sepupunya dan suami dari Asma binti Abu Bakar yang mempunyai dua puteri semata, tapi lebih dari itu adalah karena pengabdiannya yang luar biasa, keberaniannya yang perkasa, kepemurahannya yang tidak terkira dan pengorbanan diri dan hartanya untuk Allah Tuhan dan islam semata. Sungguh, Hasan bin Tsabit telah melukiskan sifat-sifatnya ini dengan indah sekali, katanya: “Ia berdiri teguh menepati janjinya kepada Nabi dan mengikuti petunjuknya. Menjadi pembelanya, sementara perbuatan sesuai dengan perkataannya. Ditempuhnya jalan yang telah digunakan¬nya, tak hendak menyimpang dari padanya. Bertindak sebagai pembela kebenaran, karena kebenaran itu jalan sebaik-baiknya.
Ia adalah seorang berkuda yang termasyhur, dan pahlawan yang gagah perkasa.
Merajalela di medan perang dan ditakuti di setiap arena. Dengan Rasulullah mempunyai pertalian darah dan masih berhubungan keluarga.
Dan dalam membela islam mempunyai jasa-jasa yang tidak terkira.
Betapa banyaknya mara bahaya yang mengancam Rasulullah Nabi al-Musthafa.
Disingkirkan Zubair dengan ujung pedangnya, maka semoga Allah membalas jasa-jasanya”.
Ia seorang yang berbudi tinggi dan bersifat mulia. Ke¬beranian dan kepemurahannya seimbang laksana dua kuda satu tarikan. Ia telah berhasil mengurus perniagaannya dengan gemilang, kekayaannya melimpah, tetapi semua itu dibelanja¬kannya untuk membela islam, sehingga ia sendiri mati dalam berutang. Tawakkalnya kepada Allah merupakan dasar kepemurahannya, sumber keberanian dan pengorbanannya hingga ia rela menyerahkan nyawanya, dan diwasiatkannya kepada anaknya Abdullah untuk melunasi utang-utangnya, demikian pesannya:
“Bila aku tak mampu membayar utang, minta tolonglah kepada Maulana … induk semang kita … “.
Lalu ditanya anaknya Abdullah: “Maulana yang mana bapak maksudkan ?” Maka jawabnya: “Yaitu Allah Induk Semang dan Penolong kita yang paling utama … !”
Kata Abdullah kemudian: “Maka demi Allah, setiap aku terjatuh ke dalam kesukaran karena utangnya, tetap aku memohon: “Wahai Induk Semang Zubair, lunasilah utangnya, maka Allah mengabulkan permohonan itu, dan alhamdulillah hutang pun dapat dilunasi . . . “.
Dalam perang Jamal sebagaimana telah kami utarakan dalam ceriteranya yang lalu mengenai Thalhah, Zubair menemui akhir hayat dan tempat kesudahannya . . . . Sesudah ia menyadari kebenaran .dan berlepas tangan dari peperangan, terus diintai oleh golongan yang menghendaki terus berkobarnya api fitnah, lalu ia pun ditusuk oleh seorang pembunuh yang curang waktu ia sedang lengah, yakni di kala ia sedang shalat menghadap Tuhannya.
Si pembunuh itu pergi kepada Imam Ali, dengan maksud melaporkan tindakannya terhadap Zubair, dengan dugaan bahwa kabar itu akan membuat Ali bersenang hati, apalagi sambil menanggalkan pedang-pedang Zubair yang telah dirampasnya setelah melakukan kejahatan tersebut.
Tetapi Ali berteriak demi mengetahui bahwa di muka pintu ada pembunuh Zubair yang minta idzin masuk dan memerintah¬kan orang untuk mengusirnya, katanya: “Sampaikan berita kepada pembunuh putera ibu Shafiah itu, bahwa untuknya telah disediakan api neraka … !” Dan ketika pedang Zubair ditunjuk¬kan kepada Ali oleh beberapa shahabatnya, ia mencium dan lama sekali ia menangis kemudian katanya: “Demi Allah, pedang ini sudah banyak berjasa, digunakan oleh pemiliknya untuk. melindungi Rasulullah dari marabahaya.”
Dalam mengakhiri pembicaraan kita mengenai dirinya,
apakah masih ada penghormatan yang lebih indah dan berharga untuk dipersembahkan kepada Zubair, dari ucapan Imam Ali sendiri … ? Yaitu :
“Selamat dan bahagia bagi Zubair dalam kematian sesudah mencapai kejayaan hidupnya. Selamat, kemudian selamat kita ucapkan kepada pembela Rasulullah.
Langganan:
Postingan (Atom)